DARUSSALAM KEPUTIH DAN "RAUDHAHNYA"
(cerita Di balik Harlah Ke-5
Daarussalam Keputih)
Persiapan Acara Harlah Ke-5
Pondok Pesantren Darussalam Keputih
Surabaya tampak semakin “menghijau” sehari sebelum acara Harlah berlangsung,
ornamen dan dekorasi acara yang bernuansa hijau-putih itu makin hidup dengan kuatnya
antusias para pengurus, baik dari pihak yayasan maupun Ikatan santri Darussalam
Keputih, tidak ada yang berpangku tangan, santri-santri saling bergegas
menyingsingkan lengan bajunya untuk terlibat dalam acara penting tahunan di
Darussalam Keputih ini. Lalu lalang santri di area pondok dalam memberikan
kontribusi dan partisipasinya makin tampak semarak dan khusu’ dengan adanya
iringan lantunan Ayat-ayat Al-Qur’an yang dikumandangkan oleh santri baik
santri baru maupun yang lama, tentu para Huffadz Darussalam tidak akan
ketinggalan meramaikan momentum Khotmil Qur’an yang dimulai sejak Pagi hari
menjelang kegiatan harlah tersebut.
Ada yang berbeda pada hari itu,
Darussalam Keputih seolah disulap menjadi “Raudhah” – Taman-taman Surga, dengan
hamparan karpet hijau diseluruh area halaman pondok (kira-kira jika dilihat
dari pencitraan Google Map, Lokasi karpet itu Antara Masjid dan
Pondok / Bainal Masjid wal Ma’had), terus menuju depan Lorong masuk
pondok. Tak ada alas kaki berhamburan
disana-sini, semua merasa malu untuk mengotori hamparan kapet hijau itu.
Halaman yang dulunya terasa sempit, kini menjadi luas. Luas sebab semua sepeda
motor dialihkan dari pondok ke area Masjid As-Sa’adah Keputih. Namun seolah
memberikan isyarat dari semua perubahan yang singkat itu, bahwa Darussalam
memang sudah saatnya melangkah untuk berubah menuju pesantren yang berkemajuan;
Bersih dan lapang (diharapkan bukan hanya fisiknya tapi juga hati semua warga
pesantrennya) serta menjadi Surganya
penuntut ilmu yang senantiasa konsisten dalam membawa faham “hijau” (Barhaluan Ahlussunnah
Wal Jama’ah An-Nahdhiyyah).
Angka 5 menjadi sakral bagi
panitia, 5 hari mempersiapkan Acara untuk hari Lahir yang ke-5 Darussalam
keputih. Tanggal 1 September 2019 yang bertepatan denga 1 Muharrom 1441 H
bukanlah tanpa makna, persiapan singkat ini mengajarkan kita (Semua elemen
Pondok) untuk siap menghadapi tantangan dengan Cepat dan Tepat. Angka ganjil
ini (1 dan 5) merupakan simbol Penting. Kenaapa Tgl 1, dan kenapa di saat
Harlah ke-5 ? secara pribadi penulis memandang angka 1 adalah awal yang baik
untuk memulai kebaikan, selain meninggikan konsep Ke-esaan (Ketauhidan pada
Allah Swt), juga untuk menyatukan segala
perbedaan yang ada, karena hanya persatuan yang mampu bartahan kuat dalam
menghadapi Problematika yang pasti datang. Angka 5 di tahun yang ke-5
Darussalam Keputih sudah harus makin komitmen menjalankan 5 Misi yang telah disepakati
bersama, menjaga dan menerapkan 5 pancasila, dan terus menata Ubudiyyah dalam 5
Rukun Islam (Bukan Hanya Iman), dan mengajarkan ajaran, mengenalkan serta meneladani
minimal 5 Wali Allah yang ada di Jawa Timur.
Usai Semangat Agustusan
bergandenglah dengan Semangat Muharram yang memiliki esensi Hijrah pada
kebaikan, Itulah Darussalam Keputih di Usianya yang ke-5. Peranan ini sudah
dirasakan sejak mempersiapkan acara Pengajian Umum dan Harlah ke-5 PPDS ini. 5
hari untuk harlah 5 itu memang benar, bahkan peranan itu mulai terasa saat
persiapan : Bersatunya 5 elemen di Pondok ; 1) Santri, 2) Panitia, 3) Asatidz, 4)
Keluarga Ndalem dan 5) Pihak Yayasan PP. Darussalam Keputih. Maka ribuan
terimakasih kami sampaikan kepada 5 elemen tersebut yang telah bersatu untuk
tgl 1 dan harlah ke-5 yakni, Mas Indra Dkk, Gus Marozik dan jajaran panitianya,
KH. Ahmad Arsyad dan Semua Kiyai dan Asatidz lainnya, Nyai Hj. Zuhro Ahmad dan semua
Dzurriyyahnya, serta Nyai Hj. Zumrotul Mukaffa dan jajarannya di Yayasan. Semoga
Senantiasa dirahmati oleh Allah SWT.
Untuk pertama kalinya, Panitia
Harlah Darussalam Keputih membuat Pengumuman yang bertuliskan “Pengajian Umum”
(Terbuka untuk umum) bahkan disebar ke beberapa tempat termasuk pemberdayaan
media sosial dan pengumuman di masjid/Mushollah Keputih. bukan hanya panitia
yang tercengang, santri, alumni, bahkan Masyarakat sekitar pun sedikit terheran-heran.
Bagaimana Mungkin ?, Area Pondok yang sempit digunakan acara Besar dan umum,
apalagi untuk sekelas Pengajian KH. Agus Ali Masyhuri (Gus Ali) yang biasanya
dihadiri ribuan jama’ah. Namun image itu hanyalah image, tidak akan merubah
ukuran jumlah jama’ah dan ukuran tempat untuk jama’ah, karena kami yakin sempit
dan luas itu ada di hati, banyaknya atau sedikitnya jama’ah itu bukan ukuran
pengajian, karena yang sedikit pasti sudah hasil seleksi (pilihan) Allah SWT,
dan banyaknya pun tak terbanding sebab kehadiran para Malaikat yang berdoa
untuk orang yang ngaji dalam sebuah Majelis Ilmu bisa jauh lebih banyak dari
manusianya.
Acara Harlah ke-5 akan dimulai
Keringat Santri tampak belum
kering, mereka mulai bersiap di posisi yang sudah ditentukan oleh panitia,
petugas Hadrah mulai mengelus Terbangannya sedikit memberi pukulan pada kulit
terbang sebagai tanda yang mantap bahwa mereka (Tim Banjari “Hubbul Wathon” Darussalam Keputih) telah siap Menyambut Jama’ah
dan Mengundang Rasulullah Saw.
MC siap, dengan santun dan tegasnya
beliau (Ust. Moh. Isbir, M.Pd.I) mulai menyapa jama’ah dengan Salam Khasnya
yang mampu menyihir jama’ah yang hadir. “Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wa
Barokatuh” Menggema di langit Daruusalam dan mengheningkan suasana Acara Ba’da
isya itu. Tanda acara dimulai, hilir mudik Jama’ah mulai berdatangan mengambil
posisi yang paling nyaman.
Pra acara berlangsung khidmat,
lantunan Sholawat demi Sholawat saling susul menyusul bagaikan 1 Album Disc Banjari yang terus berputar menghibur dan mengajak jama’ah Mengundang
Rasulullah hadir terlebih dahulu, Shollu ‘alan Nabi Muhammad. Tiba-tiba jama’ah
terperangah dan memelototkan mata seolah tidak ingin ketinggalan tontonan, Hp Jama’ah
mulai diangkat serenatak, ada yang selfie adapula yang bersiap update status
dan posting di media sosialnya, yang jauh dari panggung mulai mendekat, yang
terhalang jama’ah di depannya mulai berdiri. Pandangan semua tertuju pada Ust.
Huda (santri Alumni Darussalam Keputih) yang berjalan menuju area tengah depan
panggung utama. Seperti Maulana Jalaluddin Rumi, Tari Sufi itupun berlangsung. dengan
Kopiyah khasnya yang tinggi itu (dikenal dengan sebutan “sikke”- sebagai tanda
batu nisan para wali), Ust Huda mulai berputar-putar karena cinta kepada Allah
Swt, putaran demi putaran memberikan
isyarat tentang perputaran alam semesta dan konsep tawaf di ka’bah, hal menarik
lainnya adalah baju putih yang panjang seolah mengingatkan pada jama’ah akan
baju yang pernah dikenakan Rasulullah Saw dan mengingatkan kita semua akan ego kita yang keduniawiaan dan mengingat kematian.
Setelah cukup lama, Lantunan
Sholawat berkumandang, dan tarian Sufi asal Turki itu juga berakhir, MC memberikan
Informasi pada Jama’ah yang hadir, “Gus Ali Sudah hadir di Area Darussalam
keputih”. Sautan Hamdalah berdengung lirih, sedikit meluruskan posisi duduk
sambil menyicipi konsumsi yang ada, ada
juga beberapa jama’ah yang mulai berdiri
dan merapat ke Panggung utama. Crew Media
Partner yang sempat hadir (TV9) mulai menyiapkan dan memastikan ala-alatnya
siap untuk Syuting/Rocording, beberapa Media online-pun (NU Online,
Darussalamkeputih.com, dll) mulai menyiapkan catatannya.
“Thala’al Badru” tiba-tiba
dilantunkan oleh tim banjari, sontak semua Jama’ah berdiri (mahallul Qiyam),
seketika itu pula area Jama’ah putri membelah Jalan untuk akses jalan Pengasuh
Ponpes Progresif Bumi Sholawat Sidoarjo (Gus Ali), dengan dikawal beberapa Kiyai
dan tokoh masyarakat, panitia dan Banser, Gus Ali Naik di panggung Kehormatan.
Jama’ah makin memanuhi halaman parkir Pondok, bahkan meluber sampai ke dalam
kelas-kelas pengajian diniyah. Entah apa yang membuat area tersebut tiba-tiba
penuh, tentu bukan hanya masalah ukuran tempat dan juga bukan masalah jumlah
jama’ah. Sisi lainnya adalah Allah Swt hanya mendatangkan yang menjadi pilihannya
saja. Karena bukan kaki penyebab kehadiran Jama’ah, bukan pula mata sebab
informasi terbaca dan beredar dimana-mana, tapi hati yang tulus serta luas
itulah yang insyaAllah menjadi Jama’ah undangan Allah, bukan undangan
Panitia.
Kata-kata “Bukan Undangan panitia”
itu senada dengan yang disampaikan oleh Gus Ali saat Panitia sowan ke Kediaman
Beliau di Sidoarjo, Kata Beliau “Ini Bukan kamu (Yayasan/Panitia) yang undang
saya, tapi saya diundang oleh Kiyai Ibrahim” (red), kata-kata itu adalah
isyarat tentang kedekatan Seseorang dengan orang yang dicintai. Disitulah sebenarnya
tantangan pengajian, jadi Gus Ali yang oleh panitia diundang H-5 dan beliau
rela hadir dan Memprioritaskan Hadir sebab yang undang bukan hanya panitia tapi
memenuhi undangan orang yang dekat dengan beliau, yang dicintainya karena Allah Swt, sejatinya
selain undagan Allah, Beliau memenuhi undangan Almarhumain ; Almaghfurlah.
KH. Ibrahim dan KH. Abdus Syakur Ibrahim, Pendiri Ponpes Darussalam Keputih
Surabaya)
Lagu Indonesia Raya dan Syubbanul
Wathon Bergema di Gerbang utama Desa Keputih itu. Kekuatan berdiri para Ulama,
kiyai dan tokoh masyarakat di atas panggung membuat Santri-santri “malu”,
beliau-beliau yang sudah sepuh masih kuat berdiri demi Hormat pada Lagu
Kebangsaan NKRI itu, serta Keitiqamahan menjaga NU dalam kepalan tangan-tangan
mulia beliau berirama dengan nada “yalal
Wathon” Semangat Cinta Tanah air yang tak boleh padam.
Pembacaan Ayat Suci Al-Qur'an Oleh Mas Asmi (Santri PPDS Keputih) meneduhkan suasana dengan merdunya suara sang Qori,. dilanjutkan Sambutan ketua Yayasan Ponpes
Darussalam Keputih Surabaya, oleh Nyai Hj. Zumrotul Mukaffa, M.Ag. Sambutan beliau menggambarkan
kesiapan yang kuat dan katawadhu’an yang tinggi. Siap ngaji dan terus ngaji tanpa henti
serta siap selalu menerima nasihat, masukan, kritik yang konstruktif, serta yang terpenting doa dari para Ulama,
para kiyai dan sesepuh. Kesadaran dengan
usia 5 Tahun ini, pondok masih dikatakan “balita” untuk harus berjalan bersama “kedewasaan”
pesantren lain di sekitarnya dan kebutuhan para santri yang Notabene adalah Mahasiswa
kampus Umum di Surabaya yang harus diselamatkan dan dibentengi kekuatan Aqidah,
Ibadah, serta Akhlaqnya agar tetap berasda dalah zona Ahlussnnah Wal Jama’ah
An-Nahdhiyyah.
Kenikmatan ngaji di “Raudhahnya
Darussalam Keputih” Bersama Gus Ali makin terasa, bagaikan sebuah kerinduan lama yang baru
terobati di karpet hijau antara Masjid As-Sa’adah Keputih dan Ma’had Darussalam
Keputih. Ruadhah yang kita inginkan bukanlah tempat yang luas, sementara hati
sempit, Akan tetapi walau tempat yang tidak luas, sempitnya-Sempitnya Raudhah adalah Luas-luasnya Jama’ah
yang berhati luas dan tulus. Hal ini harunya menjadi simbol Syi’ar dan mengharap-harap Ridha
Allah Swt serta semangat belajar “Mengemis” Syafa’at Rasulillah Saw.
*Shollu 'Alan Nabi Mhammad*
Suarabaya, 5 September 2019 / 5 Muharrom 1441 H
di Area Pondok Pesantren Darussalam keputih
Oleh : alief Afanaz
Baca Juga Isi Ceramah Gus Ali Dalam Acara Harlah Ke-5 Darussalam Keputih Sby di
: