Tampilkan postingan dengan label OPINI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label OPINI. Tampilkan semua postingan

Rabu, 27 Februari 2019

Selamat Jalan Mutiara yang Terpendam



Tidak bisa dipungkiri, Surabaya telah menghiasi kanvas kehidupanku dengan corak warnanya yang beragam. Lima puluh satu bulan berada di kota tersebut membuatku rindu akan kenangan yang kini hanya menjadi cerita tak berkata. Rasanya ingin sekali me'monumen'kan setiap detik dari empat tahun lebih tiga bulan itu, juga setiap jengkal dari ribuan langkah yang telah kaki ini tempuh. Namun, apalah arti semua itu bila hidupku masih saja tak bermanfaat bagi kehidupan.

Pada kesempatan nganggur di tengah-tengah kesibukan malam ini, melihat sepintas foto beliau yang diupload di group pondok membuat tanganku tak sanggup menolak untuk memonumenkan sosok Abah Yai yang pernah dengan segala teladannya mendidik lakuku.

Darussalam.. Adalah pondok kecil di salah satu sudut kota pahlawan, di pinggiran desa yang bernama Keputih, di belakang kampus besar yang bernama ITS. Pondok sederhana yang menjadi tempatku menghabiskan semester 3 sampai semester 6 kuliahku. Tidak banyak yang tahu memang. Pondok ini hanyalah pondok kecil (dulu, entah sekarang) dengan 2 kamar santri, 1 kamar ustadz, 1 ruang ngaji, dan 2 kamar mandi. Letaknya yang berada di dalam, lebih tepatnya di belakang ndalem, tanpa papan nama seperti pondok-pondok kebanyakan, membuat pondok ini semakin tak diketahui orang. Hanya cerita dari mulut ke mulut lah yang membuat keberadaan pondok ini terdeteksi orang.
Beliau lah Al-Maghfur Lah Abah Yai KH. Abdus Syakur bin Ibrahim yang menjadi magnet bagi segelintir orang-orang pilihan yang sempat nyantri di sana. "Orang se-Keputih, orang se-ITS itu pada kemana saja, ada orang seperti Abah Syakur kok dibiarkan saja", kata dosenku waktu itu. Memang, Abah Yai yang begitu itu seperti berlian yang disembunyikan. Tidak memiliki ratusan santri seperti Kyai kebanyakan. Tidak membutuhkan puluhan jama'ah pengajian seperti Kyai pada umumnya. Beliau seperti tidak mau nampak ke permukaan. Apakah seperti beliau ini yang dimaksud Ibnu Athoillah dalam Kitabnya, Al-Hikam, agar kita menanam diri dalam tanah kerendahan?

Memang, kami tidak disediakan jam tersendiri untuk menimba ilmu secara lahir dari beliau. Putra-putri beliau lah yang terjun mendidik kami. Ustadz Marozik, biasa kami sapa dengan panggilan "Ustadz", putra beliau yang menempati kamar di sebelah kamar kami. Ustadz lah yang paling sering berinteraksi dengan keseharian kami. Beliau mengisi ngaji setelah maghrib. Ning Yung,  putri beliau yang paling so sweet, begitu besar perhatiannya pada kami. Mulai dari membangunkan shubuh, ngopyaki piket, mengambilkan makan, beliau lah yang mengurusi tetek mbengek kami. Ning Yung mengisi ngaji setelah shubuh, dengan suaranya yang menggelegar itu :D. Satu lagi Ustadz Sukamto, kami biasa memanggilnya Gus To. Kalau Gus To ini adalah menantu beliau. Hanya seminggu sekali ngaji Nashoihul Ibad, pada malam Rabu setelah Isya'.

Begitulah, bahkan kepada santri-santrinya sendiri Abah Yai tak "muncul ke permukaan". Selama aku di pondok, hanya sekali saja kami diminta ke ndalem untuk ngaji Al-Qur'an di hadapan beliau. Meski hanya sekali tetapi didikan beliau benar-benar tertanam di hati. Tentang makhroj huruf dan tajwid yang pagi itu beliau ajarkan, sampai saat ini masih jelas ucapan beliau di telingaku.

Bukan teori memang yang diajarkan beliau kepada kami, meski tak bisa dipungkiri tidak sedikit pula nasihat yang beliau berikan kepada kami saat sowan ke ndalem .

Uswah Hasanah yang beliau nampakkan kepada santrinya memang lebih tajam daripada teori. Lisanul hal afshohu min lisanil maqol. Bagaimana beliau mengajarkan kesederhanaan, kerendahan hati, keistiqomahan, kesabaran, tawakkal, ikhlas, bertahan dalam arus, dan ah masih banyak lagi yang beliau ajarkan kepada kami.

Mungkin, jika sampeyan bertanya pada santri-santri beliau, "Siapakah orang yang paling menghormati tamunya?", mereka akan menjawab "Abah Yai". Bahkan jika tamu itu adalah kami yang notabene santri-santri beliau. Ya, beliau sendiri lah yang selalu menuangkan minuman ke dalam gelas untuk kami. Beliau sendiri pula lah yang membukakan tutup-tutup toples yang kemudian mengambilkan kami jamuan yang ada, satu per satu. Sehingga berkali-kali pula lah aku menyusun strategi agar puasa ku tidak batal, tanpa menolak pemberian beliau.

Di setiap kesempatan kami sowan ndalem, selalu yang dipilih adalah pagi hari. Kenapa?, agar ada alasan untuk tidak berlama-lama menyita waktu beliau; ngapunten Abah Yai, badhe kuliah. Karena Abah Yai tak pernah mengakhiri menjamu tamu sebelum tamu tersebut yang meminta. Pernah suatu ketika kami sowan ndalem ba'da maghrib, agar terbentur dengan Isya' yang seharusnya Abah Yai menjadi imam di masjid, sehingga harap kami: kami tidak berlama-lama menyita waktu beliau tetapi tanpa alasan yang "mengada-ada". Tanpa kami sangka, Abah Yai tidak memperdulikan jama'ah di masjid hanya karena "tamu-tamu" semacam kami. Duh, beliau benar-benar megajarkan kami tentang menghormati tamu, tentang mementingkan orang lain.

Kini, teladan kami sudah dipanggil-Nya pulang. Tuhan telah merindukan beliau. Hanya kenangan lah yang dapat ku lihat saat ke Surabaya. Hanya makam beliau lah yang dapat ku kunjungi saat ke Keputih.

Selamat jalan Abah Yai. Selamat jalan wahai guruku...
Selamat menikmati kehidupan baru dalam taman surga...
Semoga Allah Selalu menyayangimu, pembimbing ruhku......
Air mata penuh cinta menetes sedih  mengiringi senyumanmu menghadap Tuhanmu, mengiringi perpisahan yang telah ditetapkan....
Engkau rawat kami dengan teladan yg indah. Mohon maaf jika kami tidak tumbuh seindah yg engkau harapkan....
Segala tentangmu akan selalu terkenang...
Beristirahatlah senyaman pengantin..
Semoga Allah memulyakanmu di samping Nabi..
Doa kami selalu, agar engkau selalu disayangiNya...
Selamat jalan wahai Kyaiku....


Ulir Rohwana
Alumni PP. Darussalam Keputih

BASMALAH DALAM SURAT AT-TAUBAH (PART 2)

Gambar terkait

Moh Fathurrozi, Kaprodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir IAI Al Khoziny Buduran Sidoarjo dan Dai PCINU Korea Selatan(Kajian ilmu qira'at atas polemik basmalah dalam surat al-Taubah)


Berangkat dari pertanyaan pada tulisan pertama; kenapa tidak diperkenankan membaca basmalah dalam surat al-Taubah, baik di awal surat maupun di tengah-tengah surat, apakah larangan ini mengandung arti hukum haram atau sekedar peringatan yang tidak berdampak dosa ?.
Pada tulisan ini, penulis akan memetakan cara baca antara surat al-Anfal dengan al-Taubah dan hukum membaca ayat di tengah-tengah surat al-Taubah. 

Dalam ilmu qira'at, ada banyak pendapat tentang cara menyambung antara dua surat; ada yang membaca dengan waqf (berhenti sejenak untuk mengambil nafas kira-kira dua detik), ada yang membaca _washl_ (menyambung dua surat tanpa mengambil tarikan nafas), ada pula yang membaca _sakt_(berhenti sejenak menahan tarikan nafas kira-kira dua detik), bahkan ada pula yang menyambungnya dengan basmalah atau meninggalkannya. Semua tata cara (thariqah/ Metode) ini sahih dan mutawatir, baik bagi _qurra' Sab'ah_ atau asyrah. Misalnya, Imam Nafi', Imam al-Qurra' Madinah, memiliki komplesitas bacaan seperti di atas melalui kedua muridnya yang masyhur; Imam Qalun dan Warsy. Berbeda dengan Imam ‘Ashim, beliau hanya memiliki satu cara baca (satu cara baca memiliki tiga oprasional), yaitu menyambung kedua surat dengan basmalah. Meskipun demikian, untuk cara menyambung antara surat al-Anfal dan al-Taubah, para ulama, baik _qurra sab'ah_ (qira'at tujuh) maupun _qurra' Asyrah_ (qira'at sepuluh) sepakat, baik secara metode maupun oprasionalnya, yaitu dengan tiga cara; _waqaf_, _washal_ dan _sakt_. Ketiga oprasional bacaan ini tanpa membaca basmalah. Berikut contohnya.

Pertama. _Waqaf_, cara mengoprasionalkan bacaan waqaf ini adalah berhenti pada ayat terakhir ( ان الله بكل شيء عليم) mengambil nafas kira-kira dua detik kemudian melanjutkan awal surat al-Taubah. Ketika dalam keadaan berhenti (antara dua surat; al-Anfal dan al-Taubah) seorang qari' boleh menambahkan bacaan isti'adzah. Dalam hal ini, membaca istiadzah dianjurkan.

Kedua. _Washal_, cara mengoprasionalkan bacaan ini adalah menyambung antara kedua surat al-Anfal dan al-Taubah tanpa mengambil tarikan nafas, sebagaimana menyambung antar dua ayat yang berdampingan. Dalam hal ini, seorang qari' tidak perlu membaca kalimat istia'adzah.
Ketiga. _Sakt_, cara mengoprasionalkan bacaan ini adalah berhenti sejenak pada ayat terakhir surat al-Anfal dengan menahan nafas kira-kira dua detik, kemudian melanjutkan awal surat al-Taubah. Dalam hal ini pula, seorang qari tidak perlu membaca kalimat isti'adzah.
Demikian merupakan tata cara (motode) dan orasionalnya menyambung antara surat al-Anfal dan al-Taubah. 

Sebelum masuk pada pemetaan hukum membaca basmalah di tengah-tengah surat al-Taubah, terlebih dahulu sebaiknya dipaparkan membaca basmalah di tengah-tengah surat selain surat al-Taubah, agar kita dapat mengetahui secara komprehensif dan dapat menemukan perbandingan hukum.
Secara umum, ulama qurra' sepakat membaca basmalah pada awal setiap surat kecuali surat al-Taubah. Sementara mengawali di tengah-tengah surat selain al-Taubah, ulama qurra' memberikan kelonggaran, yaitu boleh di awali dengan membaca basmalah atau meninggalkannya. Artinya, seorang qari' ketika hendak membaca ayat di tengah-tengah surat selain al-Taubah boleh memilih antara membaca basmalah atau meninggalkannya dengan membaca isti'adzah saja. Namun, alangkah baiknya bagi seorang qari untuk mengawali baca al-Quran dengan basmalah, baik di awal surat maupun di tengah-tengah surat, sebab menambah pembendaharaan pahala.

(Perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan tengah-tengah surat yaitu selain ayat pertama dalam surat).
Hukum membaca basmalah pada surat al-Taubah
Adapun hukum membaca basmalah di tengah-tengah surat al-Taubah adalah sebagaimana berikut:
Pertama. Haram membaca basmalah di awal surat al-Bara'ah dan makruh membaca basmalah di tengah-tengah surat. Pendapat ini diutarakan oleh Imam Ibnu Hajar dan Imam al-Khatib.
Dasar pengambilan hukum haram ini karena tidak mengikuti petunjuk bacaan yang mutawatir. Artinya, keluar dari pakem dan kesepakatan ulama qurra'. Sementara hukum makruh di tengah-tengah surat al-Taubah karena tidak ada petunjuk resmi larangannya, sehingga untuk mengantisipasi dilakukan larangan yang tidak mengikat, yaitu hukum makruh.

Kedua. Makruh membaca basmalah di awal surat al-Taubah dan sunnah membaca basmalah di tengah-tengah surat, sebagaimana membaca basmalah di tengah-tengah surat selain surat al-Taubah. Pendapat ini diutarakan oleh Imam Romliy.

Dasar pengambilan hukum ini (makruh di awal surat) adalah karena tidak petunjuk (larangan) resmi dari Nabi maupun sahabat. Sedangkan pengambilan hukum sunnah di tengah-tengah surat adalah karena diqiyas (analogi) kan dengan membaca basmalah di tenga-tengah surat selain al-Taubah.
Oleh karena itu, dari beberapa pemaparan di atas, dapat disimpulkan sebagaimana berikut:
Pertama. Membaca basmalah pada awal surat merupakan sunnah yang sangat dianjurkan kecuali surat al-Taubah.

Kedua. Membaca basmalah di tengah-tengah surat boleh dilaksanakan atau ditinggalkan. Namun sebaiknya membaca basmalah, sebagaimana tradisi yang berkembang, untuk pembendaharaan pahala.
Ketiga. Membaca basmalah di awal surat al-Taubah tidak dianjurkan bahkan dilarang. Sebaiknya jika membaca awal surat al-Taubah cukup membaca isti'adzah saja.
Keempat. Membaca basmalah di tengah-tengah surat al-Taubah sebaiknya ditinggalkan meskipun ada yang berpendapat membolehkannya. Hal ini didasarkan pada qiyas (analogi) tidak dianjurkannya membaca di awal surat. Di samping tidak ada petunjuk resmi dari nash.

Berkaitan dengan kesimpulan di atas, maka sebaiknya bagi khalayak ummat muslim yang biasa baca diba'an untuk tidak membaca basmalah ketika mengawali bacaan surat al-Taubah terakhir ayat 127, (لقد جاءكم رسول من انفسكم عزيز) cukup diawali dengan isti'adzah saja. Mengingat membaca basmalah di tengah-tengah surat al-Taubah tidak dianjurkan. Demikian....semoga bermanfaat.

Daftar Refrensi
Al Fadhliy, Abdul Hadi, Al-Qira'at al-Qur'aniyah; Tarikh wa Ta'rif. Beirut: Markas al-Ghadir, 2009.
Al-Dhobba', Al-Idhaah fi Bayan Ushul Al-Qira'at. Mesir: Al-Maktabah Al-Azhariyah li Al-Turats, 1999.
Al- Qadiy, Abd Al-Fattah, Al-Budur Al-Zahirah fi Al-Qira'at Al-Asyrah Al-Mutawatirah. Beirut: Dar Al-Kitab Al-Arabiy, tth.
Al- Qadiy, Abd Al-Fattah, Al-Budur Al-Zahirah fi Al-Qira'at Al-Sab'i. Jeddah: Maktabah Al-Suwadiy, 1992.
Al-Qurtubiy, Abu Abdillah Muhammad, Tafsir Al-Qurtubiy. Beirut, Dar Al-Arabiy, tth.
Al-Qatthan, Mabahits fi Ulum Al-Qur'an. Kairo: Maktabah Wahbah, 1995.


Moh Fathurrozi, Kaprodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir IAI Al Khoziny Buduran Sidoarjo dan Dai PCINU Korea Selatan

27 - Juni – 2018
Nonsan, South Korea.


BASMALAH DALAM SURAT AL-TAUBAH

(Kajian ilmu qira'at atas polemik basmalah dalam surat al-Taubah)
Hasil gambar untuk iqra
Iqra' (Bacalah)
Setiap surat dalam al-Quran diawali oleh Basmalah kecuali dalam surat al-Taubah atau al-Bara'ah. Dalam surat al-Taubah tidak dicantumkan basmalah sebagaimana surat-surat yang lain. Hal demikian menimbulkan pertanyaan banyak kalangan kenapa hanya surat al-Taubah yang tidak dicantumkan basmalah.
Sejarah penulisan al-Quran, berawal sejak turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad. Namun penulisan al-Quran pada saat itu dalam kondisi yang sangat terbatas. Nabi setiap kali menerima wahyu, beliau memanggil sekretaris (katib resmi) untuk mendukomentasi wahyu tersebut ke dalam bentuk tulisan. Dukomentasi wahyu ini kemudian dikenal dengan nama mushaf (penulis akan menggunakan kata mushaf).
Pada masa Utsman bin Affan, mushaf ini kemudian ditulis kembali dalam rangka menjaga dari kesalahan sekaligus menjaga otentesitas variasi bacaan al-Quran( qira'at al-Quran). Penulisan masa ini, dilaksanakan oleh tim yang telah mendapatkan rekomendasi dari khalifah Utsman dan persetujuan para pembesar sahabat. Direktur utama dalam penulisan mushaf ini adalah Zaid bin Tsabit. Secara teknis pelaksanaan penulisan ini dilakukan secara selektif dan ketat. Setiap ayat yang hendak ditulis harus melalui perksaksian dua orang yang mendengar langsung dari Nabi. Tidak hanya itu saja, Sayyidina Utsman mengeluarkan kebijakan yang luar biasa, yaitu memerintahkan untuk membakar semua mushaf selain mushaf yang ditulis oleh tim. Hal ini dilakukan dalam rangka menyatukan persepsi tentang bacaan al-Quran yang sesuai bacaan Nabi Saw. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa penulisan al-Quran ini telah tuntas tanpa problem yang berarti. Kembali pada pertanyaan di atas; kenapa dalam surat al-Taubah tidak dicantumkan basmalah, apakah hal ini sesuai petunjuk Nabi, sahabat atau tim penulis mushaf lupa mencantumkannya?.
Dalam banyak kesempatan, penulis sering mendapat pertanyaan, baik dari kalangan mahasiswa/I maupun dari kalangan masyarakat biasa, yang kira-kira hampir sama dengan di atas, yaitu; kenapa dalam surat al-Taubah tidak dicantumkan basmalah bahkan tidak diperkenankan membacanya, baik di awal surat maupun di tengah-tengah surat..??
Dalam rangka menjawab pertanyaan di atas, penulis perlu menjelaskan terlebih dahulu kronologis tidak dicantumkannya basmalah dalam surat al-Taubah.
Ada beberapa sebab yang melatarbelakangi tidak dicantumkannya basmalah dalam surat di atas, yaitu: pertama, dalam tradisi Arab jahiliyah dahulu jika mereka melakukan perjanjian dengan sebuah kaum atau kabilah yang lain dan hendak memutuskan perjanjian tersebut, maka mereka mengirimkan sepucuk surat pemutusan tanpa mencantumkan kalimat basmalah. Pun demikian, ketika umat muslim memutuskan perjanjian dengan orang-orang musyrik, Nabi mengutus Sayyidina Ali untuk membacakan surat di atas ( al-Taubah) di hadapan mereka tanpa diawali dengan bacaan basmalah, sesuai adat mereka.
Kedua, Ibnu Abbas bertanya kepada Utsman tentang tidak dicantumkannya basmalah dalam surat al-Taubah. Utsman menceritakan kronologisnya, bahwa pada masa Nabi, ketika wahyu diturunkan kepadanya, Nabi memanggil salah satu sekretaris beliau untuk mendokumentasinya, dan beliau mendekte penempatan dan tata letaknya. Perlu diketahui bahwa surat al-Anfal termasuk surat yang turunnya awal, sedangkan surat al-Taubah termasuk surat yang turunnya Terakhir, kedua kisah dan penyajiannya kedua surat di atas mirip dan hampir sama. Dalam hal tersebut, Nabi tidak menjelaskan bahwa surat al-Anfal bagian dari surat al-Taubah. Saya pun ( Utsman bin Affan ) berkesimpulan bahwa surat al-Anfal bagian dari surat al-Taubah. Oleh karena itu, saya urutkan kedua surat tersebut tanpa mencantumkan basmalah.
Ketiga, pada kekhalifahan Utsman, para sahabat berselisih pendapat tentang surat al-Taubah. Sebagian sahabat menganggap bahwa antara surat al-Taubah dan al-Anfal adalah satu surat yang tidak terpisahkan. Sebagian sahabat yang lain menganggap bahwa keduanya adalah dua surat yang mandiri. Untuk mendamaikan kedua perselisihan tersebut, Utsman mengambil sikap tengah, yaitu tidak mencantumkan basmalah. Tujuannya adalah agar kedua belah pihak yang berselisih dapat saling menerima. Dari pihak yang menganggap keduanya (al-Anfal dan al-Taubah) satu surat tidak keberatan, karena tidak dicantumkan basmalah. Sedangkan dari pihak yang menganggap keduanya adalah dua surat yang mandiri juga dapat menerima karena beda nama suratnya, meskipun tidak diawali dengan basmalah.
Keempat, diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa beliau bertanya kepada Sayyidina Ali tentang tidak dicantumkannya basmalah dalam surat al-Taubah. Sayyidina Ali menjelaskan bahwa basmalah adalah kalimat aman sementara surat al-Taubah turun sebab perang, tidak aman. Oleh karena demikian, antara aman dan perang tidak dapat disatukan. Demikian pula, dalam basmalah itu terdapat kandungan rahmat, kasih sayang, sedangkan dalam surat al-Taubah terdapat kemarahan. Oleh karena itu, antara rahmat dan kemarahan tidak bisa disatukan. Senada dengan pendapat di atas, Imam al-Sufyan mengatakan bahwa basmalah adalah ayat rahmah, rahmah memiliki arti aman. Sedangkan surat al-Taubah turun kepada orang-orang munafik dan mengandung perang, sebab itu tidak aman bagi orang-orang munafik.
Dari kronologis di atas dapat disimpulkan bahwa para sahabat sepakat tidak mencantumkan basmalah dalam surat al-Taubah berdasarkan pada periwayatan yang diterima oleh mereka dari Nabi. Pun demikian, Nabi ketika menerima ayat tersebut dari Jibril tidak disertai basmalah. Hal ini juga dibuktikan bahwa tidak ada satu pun ahli qurra’ sab'ah (qira'at tujuh) maupun qurra' asyrah (qira’at sepuluh) yang meriwayatkan membaca basmalah di awal surat al-Taubah. Artinya, mereka sepakat meninggalkan membaca basmalah di awal surat al-Taubah.
Dalam ilmu qiraat, dasar utama dalam membaca al-Quran adalah bersumber dari Nabi dan transmisi yang berkesinambungan. Sebab dalam membaca al-Quran tidak ada istilah qiyas.
القراءة سنة متبعة يأخذها الأخر عن الأول، ولا قياس في القراءة.
Imam al-Jazariy berkata dalam bentuk gubahan syair:
لأنه به الإله أنزلا *** وهكذا منه الينا وصلا
Wallahu A'lam.

Ust. Moh. Fathurrozi, Lc. M.Th,I.
6 – Juni – 2018.
Nonsan, South Korea. 

Minggu, 02 Oktober 2016

Prof. Dr. H. Muhammad Faqih, Ph.D Mengaku Alumni PP. Darussalam Keputih Surabaya


darussalamkeputih.com [Surabaya, 4 September  2016], Acara Orientasi Pengenalan Pondok Pesantren (OP3) di Ponpes Darussalam Keputih Surabaya merupakan agenda rutin Tahunan dalam menyambut kedatangan santri baru tiap tahunnya. Dalam acara pembukaan OP3 tahun ini beberapa tokoh masyarakat di lingkungan keputih turut berpartisipasi untuk mendoakan kelancaran sejak dimulainya pembelajaran dan pengajian di Ponpes Darusslam keputih Surabaya hingga habis masa tahun ajaran 2016/2017 dan pada masa-masa yang akan datang. diantara tokoh masyarakat yang hadir adalah ; KH. Hasyim Rowie, KH. Djalaluddin, KH. Baihaqi Marzuqi, KH. Sudasi Muka'ab, H. Najih dan Ust. Rahmat abdur Rahman. acara yang dihadiri oleh Pembina yayasan PP. Darussalam Keputih H. Agung Wahyudi bersama KH. Ahmad Arsyad Arif bersama dewan asatidz ini disambut hangat oleh para santri baru tahun ajaran 2016/2017 yang telah siap memulai proses pembelajaran dan pengajian di Ponpes Darussalam Keputih Surabaya. 

sambutan demi sambutan sebagai pesan awal bagi santri baru menjadi kunci start yang penting dalam memulai proses pendidikan di lingkungan Ponpes Darussalam Keputih Surabaya. KH. Ahmad Arsyar Arif sebagai Pembina Yayasan PP. Darussalam Keputih Surabaya memberikan sedikit penanaman bekal ilmu kunci pentingnya menghidupkan nilai-nilai akhlak dan tasawwuf dalam jiwa para santri, setidaknya seorang santri bisa hidup dengan penuh kesederhanaan, kekeluargaan, kesabaran, dan kaikhlasan dalam menjalankan segala amaliahnya setiap hari. Kiyai yang biasanya istiqamah mengampuh pengajian akhlaq taswwuf dengan kitab Bidayah al-Hidayah ini juga memberikan gambaran umum tentang sejarah berdirinya Ponpes Darussalam Keputih Surabaya hingga perkembangannya sampai saat ini, mengenalkan keluarga Ndalem Ponpes Darussalam Keputih. Pemaparan tersebut diharapkan dapat membangun kecintaan santri, pemahaman pada latar belakang dan visi misi ponpes Darussalam Keputih yang akan menjadi wadah tempat istiqamah untuk menimbah ilmu agama selama study di beberpa kampus/sekolah yang ada di sekitar PP. Darussalam Kpeutih Surabaya. 

Sambutan lainnya adalah Sambutan yang disampaikan oleh Prof. Dr. KH. Muhammad Faqih, Ph.D (Pembantu Rektror II Kamputs ITS), kehadiran beliau menambah kekuatan dalam Forum OP3 tersebut, kunci yang akan menjadi pegangan para santri Baru maupun lama dalam menguatkan sendi-sendi iman dan taqwa dalam berilmu. Prof. Dr. KH. Muhammad Faqih, Ph.D sangat antusias untuk menghadiri acara tersebut, kedatangan beliau yang sangat disiplin dan tepat waktu bahkan sebelum acara dimulai beliau sudah hadir terlebih dahulu. begitu luas keilmuan dan pengalaman beliau seolah ingin ditumpah ruahkan semuanya dalam Majlis OP3 tersebut, semangat beliau ini bukanlah tanpa alasan, dengan memandangi satu per satu wajah santri PP. Darussalam Keputih ini seolah terpancarkan Harapan Besar kader bangsa yang cerdas otaknya dan kaya hatinya. 

"PP. Darussalam Keputih adalah wadah yang sangat strategis untuk membagun bangsa melalui ilmuan yang taat pada Allah dan RasulNya" ungkap PR II ITS tersebut. secara gamblang beliau juga memberikan catatan-catatan sejarah perkembangan peradaban Islam pada abad pertengahan sebagai gambaran Ilmu dan Saitifik Islam yang menjadi barometer pemikiran-pemikiran Islam masa kini. analisa pada hal-hal tersebut tidak lain hanya dapat dikembangkan oleh Muslim yang berdedikasi tinggi terhadap ilmu Agama dan keagamaan. beliau juga mengenalkan ilmuan Islam yang telah berperan besar dalam menciptakan ilmu saint seperti ilmuan matematika yang menemukan angka nol (0) yang bernama al-Khawarizmi. Arah pembicaraan beliaupun memang terfokus pada Mahasiswa yang notabene mengambil Fakultas ilmu saint bukan ilmu Agama, namun dengan pertimbangan integral antara kemampuan ilmu saint dan Agama pada Santri Darussalam maka diharapkan kelak akan lahir Pemimpin-pemimpin yang yang beriman dan bertaqwa, menjadi ilmuan yang beriman dan bertaqwa, dan lain sebagainya profesi yang beriman dan bertaqwa.

selain catatan peradaban Islam, beliau juga menitipkan pada santri-santri PPDS sekaligus Mahasiswa untuk menjaga Bangsa dan Negara Indonesia ini dengan baik jangan sampai dirusak dan dihancurkan oleh kelompok-kelompok agama yang sebenarnya tidak kenal dengan Indonesia. menjaga Pancasila yang telah dirumuskan oleh para Ulama sebagai landasan Negara NKRI. disinilah harapan kita semua, para santri yang berkopeten dalam ilmu pesantren dan mampu bersaing dalam ilmu Saint dan Teknologi. maka PP. Darussalam Keputih bersama para Santri di dalamnya akan menjadi benteng dalam berdakwah dilingkungan mana saja. maka diperlukan kekuatan Ilmu Aswaja sebagai landasan mempertahankan NKRI dan Islam di Nusantara ini.

Prof. Dr. KH. Muhammad Faqih, Ph.D disela-sela sambutanya memberikan support pada para santri untuk banyak bersyukur dipertemukan tempat tinggal sekaligus belajar Agama Islam yang Strategis. "saya juga ini santri PP. Darussalam, sekarang jadi alumni walau mondoknya hanya sebentar" ungkap Prof. Dr. KH. Muhammad Faqih, Ph.D. beliau mengaku pernah ngaji bersama KH. Ibrahim dan KH. Abdus Syakur (pendiri PP. Darusslaam Keputih). seolah ingin memberikan kesamaan perjuangan menuntut ilmu beliau terus memberikan motivasi yang sangat penting bagi para santri PP. Darussalam keputih. dan akhirnya beliau pun diminta untuk membuka pembelajaran / pengajian PP. Darussalam Keputih TA, 2016/2017 dengan membaca Doa bersama-sama yang dipimpin langsung oleh beliau dan ditirukan oleh seluruh santri dan tamu undangan yang hadir sambil berdiri dan mengangkat tangan (menegadahkan tangan ke langit, memohon pada Allah), inilah pendidikan tauladan memulai dengan menirukan dan berdoa. dan usai doa bersama dikumandangkan, bel pondok Darussalam Keputih pun berdering kencang menggetarkan tembok-tembok suci sebanyak 3 kali sebagai tanda telah dibukanya pembelajaran / pengajian di PP Darussalam (PPDS). 



 ***


M. Alfithrah Arufa
www.darussalamkeputih.com

Rabu, 10 Februari 2016

Perempuan Berkalung Al-Quran: Sejarah perempuan sejati

Perempuan Berkalung Al-Quran: Sejarah Perempuan Sejati*
Oleh: Moh. Fathurrozi el-Nawaf





Jika ada semboyan mengatakan bahwa al-Qur’an diturunkan di tanah Hijaz, ditulis di Turki dan dibaca di Mesir, mungkin benar adanya. Sebab secara realita, dari rahim Mesirlah tumbuh subur ahli qira’at, penghafal al-Quran dan bahkan qari’ berkaliber internasional. Sebut saja Imam Muhammad al-Mutawali, musnid dunia, sanad tertinggi pada masanya, Ahmad al-Zayyat, pemuka ahli Qira’at pada masanya dan Ummu Saad, perempuan yang memiliki sanad tertinggi, perempuan zahidah berkalung cahaya al-Quran. Nama terakhir inilah yang jarang dikenal oleh para penghafal al-Qur’an. Padahal, secara kwalitas hafalan dan kredibilitasnya tidak jauh berbeda dengan kaum laki-laki.

PEREMPUAN SURGA

PEREMPUAN SURGA
Oleh :  Moh. Fathurrozi Nawafi


Ada salah seorang pengajar tahfidz al-Qur'an di sebuah masjid bercerita :
Suatu ketika datang kepada saya seorang bocah kecil yang hendak daftar ikut halaqah, halaqah menghafal al-Qur'an.
Kemudian saya bertanya kepadanya: apakah kamu hafal sebagian dari al-Quran?
Dia menjawab: ya.
Saya menyuruhnya untuk membaca surat al-Naba’ (‘Amma). Ia pun membacanya dengan baik dan lancar.
Kemudian saya bertanya lagi: apakah kamu hafal surat al-Mulk (Tabaarak)? Dia pun menganggukkan kepalanya.
Saya dibuatnya terheran dan kagum dengan hafalannya yang lancar dan fasih meskipun umurnya masih sangat muda.
Kemudian saya menyuruhnya untuk membaca surat al-Nahl ( juz 14).
Ia pun membaca dengan lancar dan sempurna. Semakin bertambah kekaguman saya dengan anak kecil ini. Subhanallah. Maha suci Allah.

Sabtu, 17 Januari 2015

SANTRI IDEAL ???


Perbedaan yang sangat mencolok antara orang-orang dulu dengan orang sekarang (baca: ulama) adalah dari sisi keilmuannya. Jarang kita jumpai pada masa lalu ulama yang hanya ahli (spesifik) satu bidang ilmu tertentu. Kalaupun ada, spesifikasi tersebut lebih mengarah kepada ilmu yang beliau geluti. Bukan berarti tidak menguasai ilmu-ilmu yang lain. Beda halnya dengan sekarang, spesifikasi menunjukkan kepada keahlian tertentu.

Sabtu, 10 Januari 2015

Kenapa Memperingati Maulid Nabi ???


Masih ada saja sekelompok kecil dari umat Islam yang berpendapat bahwa merayakan hari kelahiran Nabi SAW adalah bid’ah tercela, bahkan dituduh haram, dengan alasan Nabi SAW tidak pernah melakukan dan tidak ada hadits shahih yang menganjurkan. “Benarkah pendapat seperti ini?”

Senin, 22 Desember 2014

HARI IBU : ANTARA MASA SILAM DAN MASA ISLAM

HARI IBU : ANTARA MASA SILAM DAN MASA ISLAM


Apa sih sejarah dan makna dari Hari Ibu, dan kenapa tanggal 22 desember ditetapkan sebagai hari ibu? Mari kita cari tahu. Hari Ibu adalah hari peringatan/ perayaan terhadap peran seorang ibu dalam keluarganya, baik untuk suami, anak-anaknya, maupun lingkungan sosialnya.

Peringatan dan perayaan biasanya dilakukan dengan membebas tugaskan ibu dari tugas rumah tangga yang sehari-hari dianggap merupakan kewajibannya, seperti memasak, merawat anak, dan urusan rumah tangga lainnya.

Kamis, 06 November 2014

Surat Terbuka Bagi Calon Penghafal Al-Quran


Surat Terbuka Bagi Calon Penghafal Al-Quran.


Hasil gambar untuk quran
AlQur'an
Tulisan ini, sebenarnya, merupakan sebuah jawaban dari pertanyaan yang diajukan oleh sebagian para jamaah di Korea Selatan. Tidak sedikit dari mereka bertanya bagaimana cara dan metode menghafal al-Quran. Saat itu, saya sebagai orang yang ditanya mempunyai waktu yang terbatas, karena banyaknya pertanyaan yang berbeda-beda. Dalam tulisan ini, saya berusaha menjawab bagaimana cara menghafal al-Quran sesuai dengan pengalaman saya pribadi. Dalam menghafal, entah mengahafal apa saja, setidaknya ada tiga cara. Namun, sebelum kita menghafal; pertama, hendaknya kita berniat dengan baik dan ikhlas karena Allah Swt semata dan menanamkan azam yang kuat dalam jiwa dengan

Kamis, 09 Oktober 2014

TAHLIL & DZIKIR BERJAMA'AH



Tahlil adalah shighat masdar dari fi’il madly hallala yuhallilu tahlilan yang berarti membaca kalimat La ilaha illallah (tiada tuhan yg berhak disembah kecuali Allah). Tahlilan adalah kegiatan yg tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan keagamaan. Disamping itu tahlil juga merupakan salah satu alat mediasi yg paling memenuhi syarat yang bisa dipakai sebagai media keagamaan dan alat pemersatu umat. 

Sabtu, 04 Oktober 2014

Pemilihan Langsung antara Idealitas dan Realitas

Rawan-Terjadi-Kecurangan-Kotak-Suara-Kardus-Pemilu-2014Oleh : KH. Afifuddin Muhajir, M.Ag.
(Katib Syuriah PBNU)
Dalam Islam, ada sebuah kaidah mengatakan:
اَلثَّبَاتُ فىِ الْمَقَاصِدِ وَالْمُرُوْنَةُ فِى الْوَسَائِلِ
Ketegaran dalam tujuan dan kelenturan dalam sarana (mencapai tujuan) 

Popular Posts